Teori
Rogers adalah adalah teori yang berpusat
pada pribadi. Rogers mengembangkan person
centered therapy pada tahun 1940-1950-an. Ini adalah pendekatan non-directive. “Directive” disini berarti setiap perilaku terapis dengan sengaja
mengarahkan klien dengan berbagai cara. Dengan cara mengajukan pertanyaan,
menawarkan pertolongan, membuat interpretasi dan diagnosis.
Terapy
person centered membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya
yang sejati dengan mincptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam
hubungan terapeutik. Rogers berpendapat
bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang
dimilikinya kepada pasien.
Rogers mengemukakan enam syarat
dalam proses person centered therapy yang
harus dipenuhi oleh terapis. Rogers
menyatakan bahwa pasien akan mengadakan respon jika :
1. Terapis
menghargai tanggung jawab pasien terhadap tingkah lakunya sendiri.
2. Terapis
mengakui bahwa pasien dalam dirinya sendiri memiliki dorongan yang kuat untuk
menggerakan dirinya kearah kematangan (kedewasaan) serta independensi, dan terapis menggunakan kekuatan ini dan
bukan usaha-usahanya sendiri.
3. Menciptakan
suasana yang hangat dan memberikan kebebasan yang penuh dimana pasien dapat
mengungkapkan atau juga tidak mengungkapkan apa saja yang diinginkannya.
4. Membatasi
tingkah laku tetapi bukan sikap ( misalnya pasien mungkin mengungkapkan
keinginananya untuk memperpanjang pertemuan melampaui batas waktu yang telah
disetujui, tetapi tetapi tetap mempertahankan jadwal semula.
5. Terapis
membatasi kegiatannya untuk menunjukan pemahaman dan penerimannya terhadap
emosi-emosi yang sedang diungkapkan pasien yang mungkin dilakukakannya dengan
memantulkan kembali dan menjelaskan perasan-perasaan pasien.
6. Terapis
tidak boleh bertanya, menyelidiki, menyalahkan, memberikan penafsiran,
menasehatkan, mengajarkan, membujuk, dan meyakinkan kembali.
Berikut ini hal yang dilakukan dalam
terapis person centered therapy :
1. Mendengarkan
dan mencoba memahami bagaimana permasalahan itu terjadi dari sudut pandang
klien.
2. Memastikan
jika pemahaman kita terhadap masalah klien tidak benar.
3. Perlakukan
klien dengan respek dan hormat.
4. Terapis
harus lah bersikap transparan terhadap permasalahan klien. Terapis haruslah
membuka diri dan bersedia membagi apa yang dia ketahui.
Dalam
beberapa puluh tahun penelitian , pendekatan person centered sangatlah efektif.
Selain itu, penelitian terbaru telah menunjukan bahwa variabel yang paling
signifikan dalam efektivitas sebuah terapi adalah aspek menciptakan hubungan
antara terapis dengan klien. Terapi person-centered
bersandar pada asumsi bahwa setiap orang memiliki motif aktualisasi diri. Motif
ini didefinisikan sebagai kecendrungan yang melekat pada semua orang (dan pada
semua organisme) untuk mengembakan kapasitas-kapasitasnya dalam cara-caranya dengan
berfungsi untuk meningkatkan kemampuan orang tersebut.
Referensi
:
Arif, A. 2014. Resource therapy : Ego state terapy of Gordon Emmerson. Jakarta :
Spasi Media
Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Kansius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar