Terapi
Humanistic Eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar.
Tetapi teori ini juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami pasien
pada masa sekarang “di sini dan kini” dan bukan pada masa lampau. Tetapi ada
juga persamaan antara terapi psikodinamik dan terapi humanistic eksistensial
yakni, keduanya menekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman masa lampau
dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan-perasaan individu sekarang, dan
keduanya juga berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran pasien.
Terapi eksistensial-humanistik
berdasarkan pada asumsi bahwa kita bebas dan bertanggung jawab atas pilihan
yang kita ambil dan perbuatan yang kita lakukan. Paling diutamakan dalam
konseling eksistensial-humanistik adalah hubungan dengan klien. Kualitas dua
orang yang bertatap muka dalam situasi konseling merupakan stimulus terjadinya
perubahan yang positif. Pada terapi humanistic-eksistensial tidak ada teknik
khusus.
Pendekatan eksistensial tidak
seperti kebanyakan terapi lainnya yang hanya berorientasi pada tekniknya saja.
Pendekatan ini mengurangi tekanan pada tekniknya dan prioritas diberikan untuk
memahami dunia atau kehidupan klien. Karena menurut pendekatan ini apabila
mendekati manusia hanya dalam hal teknik sama dengan memanipulasi mereka dan
hal tersebut bertentangan dengan eksistensi itu sendiri.
Tujuan terapi eksistensial adalah:
- Menyajikan
kondisis-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan klien.
- Menghapus
penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi.
- Membantu
klien menemukan dan menggunkan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran
diri.
- Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah
kehidupannya sendiri.
Teknik
–teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu :
1. Penerimaan
2. Rasa
hormat
3. Memahami
4. Menentramkan
5. Memberi
dorongan
6. Pertanyaan
terbatas
7. Memantulkan
pernyataan dan perasaan klien
8. Menunjukan
sikap yang mencerminkan ikut merasakan apa yang dirasakan klien
9. Bersikap
mengijinkan untuk apa saja yang bermakna
Refrensi
:
1. Semiun,
Y. 2006. Kesehatan Mental 3.
Yogyakarta : Kansius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar